Bagi yang belum bisa berenang, bayangkan Anda berdiri dipinggir sungai yang dalam, kemudian apa yang Anda rasakan ?, yang pasti muncul adalah rasa takut untuk tenggelam. Seolah sungai mengajak Anda untuk terjun, tetapi ada rasa takut yang sulit digambarkan dalam istilah Aceh disebut hayuet.
Hayuet juga terjadi ketika Anda berada ditempat yang tinggi, dan ada rasa takut jatuh yang sulit digambarkan. Namun tidak saya gunakan hayuet ditempat yang tinggi sebagai bahasan karena saya tidak ingin mendorong Anda melompat jatuh.
Hayuet berdiri dipinggir sungai ini mirip sekali dengan apa yang kita rasakan saat ini yaitu kita takut akan jatuhnya mata uang rupiah. Bisa kita bayangkan apa yang akan terjadi ketika rupiah jatuh dari mata uang dunia apabila terjadi inflasi, maka rupiah akan hancur lebur. Na’uzubillah. Untuk menghindari hal tersebut supaya ketika takut jatuh, ada penenangnya. Dan tidak ada satu orang pun yang mau terjadi penurunan pada rupiah untuk saat ini maupun seterusnya. Dengan kondisi demikian, maka yang pantas menjadi penenang ketika takut jatuh mata uang rupiah adalah Dinar dan Dirham. Ya, Dinar dan Dirham yang pantas mengatasi ketakutan itu.
Untuk pendalaman masalah tersebut di atas, saya mencoba membagi informasi sekaligus ingin memberikan sumbang saran terkait dengan Dinar dan Dirham. Dinar (emas) dan Dirham (perak) bisa menggantikan uang kertas sebagai mata uang, mengapa harus Dinar dan Dirham?, hal ini disebabkan seluruh mata uang dunia bahkan dolar Amerika sekalipun hanyalah sekeping kertas. Kuat dan lemah nilainya sangat bergantung dukungan pemerintah ( government decree ). Pemerintah bisa saja mengurangi nilainya bahkan menambah cetakannya. Juga pemerintah bisa membatalkannya. Hal ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai Islam, karena akan memudaratkan harta masyarakat.
Perihal ini, Ibnu Taymiyah telah melarang pengurangan nilai mata uang dan mencetaknya dengan berlebihan. Ibnu Taymiyah mengatakan bahwa pemerintah harus mencetak uang sesuai dengan keadilan. Jika nilai intrinsik dari mata uang berbeda, hal ini akan menjadi sumber keuntungan bagi mereka-mereka yang tamak untuk mengumpulkan mata uang yang tidak bagus dan membawanya ke negara lain lantas menukarkannya dengan mata uang yang lebih bagus sehingga menghancurkan nilai tukar harga barang-barang dari negara tersebut.
Imam Al- Ghazali dengan kejernihan pemikirannya mengungkapkan bahwa sejatinya emas sebagai timbangan yang adil, dirinya sendiri ibarat cermin yang dengannya barang-barang dapat ditentukan nilainya dengan akurat. Beliau juga mengatakan “Allah menciptakan Dinar dan Dirham sebagai hakim penengah diantara seluruh harta bisa diukur dengan keduanya”. Dikatakan, unta menyamai 100 Dinar, sekian ukuran minyak za’faran ( jenis tumbuhan bawang ) menyamai 100. Keduanya kira-kira sama dengan satu ukuran maka keduanya bernilai sama.
Kemudian disebabkan jual beli muncul kebutuhan terhadap mata uang. Seseorang yang ingin membeli makanan dengan baju, darimana dia mengetahui ukuran makanan dari nilai baju tersebut. Berapa ? jual beli terjadi pada jenis barang yang berbeda-beda seperti dijual baju dengan makanan dan hewan dengan baju. Barang-barang ini tidak sama, maka diperlukan “hakim yang adil” sebagai penengah antara kedua orang yang ingin bertransaksi dan berbuat adil satu dengan yang lain. Keadilan itu dituntut dari jenis harta. Kemudian diperlukan jenis harta yang bertahan lama karena disebabkan kebutuhan terus menerus. Jenis harta yang paling bertahan lama adalah barang tambang. Maka dibuatlah uang dari emas, perak, dan logam.
Imam Al-Ghazali mengisyaratkan uang sebagai unit hitungan yang digunakan untuk mengukur harga komoditas dan jasa. Juga sebagai penengah yang membantu proses pertukaran komoditas dan jasa. Demikian juga, bliau mengisyaratkan uang sebagai alat simpanan karena itu jenis harta yang tahan lama karena kebutuhan yang berkelanjutan sehingga betul-betul bersifat cair dan bisa digunakan pada waktu yang dikehendaki.
Masih bayak ungkapan-ungkapan fuqaha mengenai uang. Dan mereka melihat fungsi-fungsinya dalam ekonomi. Secara umum tidak ada perbedaan di antara para ahli ekonomi tentang uang yang harus bersifat tetap secara proporsional pada daya tukar sehingga bisa berfungsi maksimal sebagai standar harga ekonomi. Dan inilah yang dipertegas oleh Ibnu al-Qayyim dalam pernyataannya “Dirham dan Dinar adalah harga komoditas. Dan harga adalah ukuran standar yang dengannya bisa dikenal ukuran nilai harta. Harus bersifat spesifik dan akurat, tidak naik dan tidak juga turun (nilainya).
Bisa dibayangkan bagimana kekacauan yang terjadi di pasar-pasar jika panjang meter berubah-ubah tanpa perkiraan dari waktu ke waktu, terkadang panjang meter 120 cm, kadang 65 cm, dan kemudian berubah lagi menjadi 80 cm. Tentu banyak urusan manusia dan interaksi mereka akan mengalami kekacauan. Pada kenyataannya itulah yang terjadi dalam iteraksi antar manusia setelah diberlakukannya uang kertas “wajib” yang tidak memiliki daya tukar berkekuatan tetap sehingga beresiko mengalami berbagai kondisi inflasi.
Model Transaksi Dinar dan Dirham
Dalam implementasi mata uang Dinar dan Dirham telah terbukti lebih stabil dibandingkan fiat money (uang hampa) yang digunakan dunia internasional sekarang. Dinar dan Dirham tidak dapat dicetak ataupun dimusnahkan sesuka hati pihak penguasa (pemerintah), karena ia memiliki nilai intrinsik 100 %. Tentunya akan menghindari terjadinya kelebihan uang dalam masyarakat, atau dengan kata lain akan menghalang terjadinya inflasi. Bila Dinar digunakan sebagai mata uang tunggal dunia Islam, maka biaya untuk menukar uang dari satu jenis mata uang ke mata uang lainnya dalam Islam tidak diperlukan lagi. Dan yang paling luar biasa adalah penggunaan Dinar akan lebih menjamin kedaulatan negara dari dominasi ekonomi, budaya, politik dan kekuatan asing. Sebagai contoh, dengan hanya mencetak Dolar tanpa perlu di-back up oleh emas dan kemudian dipinjamkan ke Indonesia, Amerika kini dengan mudah mendikte dan mencampuri urusan dalam negeri Indonesia. Inilah sebabnya Dinar diyakini mampu mewujudkan sistem moneter global yang berkeadilan (just world monetary system).
Mata uang Dinar dan Dirham telah dipergunakan pada zaman Rasulullah saw dan para sahabat. Tidak menutup kemungkinan pada zaman yang modern ini diterapkan kembali mata uang Dinar dan Dirham mengingat kembali cadangan emas yang dimiliki negara-negara baik negara timur tengah maupun negara asia khususnya negara Asia tenggara seperti Indonesia dan Malaysia.
Atas dasar hal yang telah dipaparkan di atas, maka penulis menilai sudah saatnya negara-negara khususnya Indonesia yang mempunyai masyarakat mayoritas muslim dan memiliki cadangan emas yang cukup banyak menjadi nilai plus bagi negara lain untuk menerapkan secepatnya sistem mata uang Dinar dan Dirham. Karena kalau sudah diterapkan maka tidak ada lagi rasa takut jatuh (hayuet) dan kita berani nyebur ke sungai karena kita yakin bisa mengambang.wallahua'lam
oleh: Mira Marina